SOSFTSKIIL WAWASAN NUSANTARA
TUGAS SOFTSKILL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NAMA : BARKAH HIDAYAH
KELAS : 2IB02
NPM : 12414037
WAWASAN
NUSANTARA
1. PERBATASAN NKRI DENGAN NEGARA TETANGGA
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah
pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta
km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari
wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat
dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan
10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam,
Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk
wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni
Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat
secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat
Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang
terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan
tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa
pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan
negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona
tambahan, (3) batas perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud
laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi
ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur
dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke
batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis
pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan
laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal;
yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan
untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen
suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari
laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah
daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
PERBATASAN
WILAYAH LAUT DENGAN NEGARA TETANGGA
Perbatasan Indonesia-singapura
Penambangan pasir laut di perairan sekitar
Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah
berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir
setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup
parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di
laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang
diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian
para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan
sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau
Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi
Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak
pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Perbatasan
Indonesia-malaysia
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian
wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara.
Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan
antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa
titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain
antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan
penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia
Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam
menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Perbatasan
Indonesia-filipina
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia
dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu
isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC)
dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang
secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua
negara secara bilateral.
Perbatasan Indonesia-australia
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi
perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu
pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997.
Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu
dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-papua
nugini
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan
maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan
timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar
penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap
hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-vietnam
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di
Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari
245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan
perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak
sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan
tersebut.
Perbatasan Indonesia-india
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau
Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen
yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera
Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan
di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah
oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.
Perbatasan
Indonesia-thailand
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan
timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks,
karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh,
RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua
titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut
Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan
Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan
oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat
pantai Indonesia.
Perbatasan Indonesia-republik
palau
Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal
batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua.
Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah
yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Perbatasan Indonesia-timor leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang
berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta
berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan
budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi
perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat
berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan
pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang
cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga:
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran perbatasan
nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar oleh
Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang
masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering
melakukan pelanggaran batas wilayah RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya
berupa pemindahan titik-titik batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan
patok batas terjadi di Sektro Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional
Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu,
pelanggaran wilayah perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas
yang tidak memiliki dokumen yang sah.
Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas
batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat
kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27
oktober 1969 yang diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun
1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.54dengan nama perjanjian
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the
Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves
between the Two Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara
Kedua Negara).
Indonesia-Papua Nugini
Indonesia
dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim.
Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya
salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan
masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta
berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.
Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap
hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.
Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di
wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi
permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan
terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut.
Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah
dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
2.
KONFLIK-KONFLIK DI DAERAH
PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
1. Batas Perairan Indonesia-Malaysia di Selat
Malaka
Pada tahun 1969 Malaysia mengumumkan bahwa lebar wilayah
perairannya menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar seseuai ketetapan dalam
Konvensi Jenewa 1958. Namun sebelumnya Indonesia telah lebih dulu menetapkan
batas-batas wilayahnya sejauh 12 mil laut dari garis dasar termasuk Selat
Malaka. Hal ini menyebabkan perseteruan antara dua negara mengenai batas laut
wilayah mereka di Selat Malaka yang kurang dari 24 mil laut.
Penyelesaian
Pada tahun 1970 tepatnya bulan Februari-Maret dilaksanakan
perundingan mengenai hal tersebut, sehingga menghasilkan perjanjian tentang
batas-batas Wilayah Perairan kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik
kordinat ditetapkan berdasarkan garis pangkal masing-masing negara. Dengan
diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik
dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan
aturan badan internasional yang baru. Namun belum ditetapkannya batas ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) menyebabkan seringnya tangkap-menangkap nelayan di wilayah
perbatasan. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara
dan Pulau Perak sebagai base line yang31dua pulau tersebut lebih dari 100 mil
laut.
2. Batas Perairan Indonesia-Singapura di Pulau Karimun Besar
dan Pulau Bintan
Di sebelah utara Pulau Karimun Besar dan Pulau Bintan
merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan
Malaysia. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut. Permasalahan
muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di
wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah
perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah
menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas.
Penyelesaian
Negosiasi antara kedua belah pihak yang dilakukan sejak tahun
2005 akhirnya berbuah kesepakatan bahwa Batas laut yang ditentukan adalah Pulau
Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Kesepakatan ini mulai berlaku
tertanggal 30 Agustus 2010.
3.
Batas Perairan Indonesia-Filipina
mengenai Pulau Miangas
Pulau Miangas
yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas
ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898.
Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic
principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS
1982).
Penyelesaian
Dinyatakan
lebih lanjut dalam protocol perjanjian ekstradisi Indonesia – Filiphina
mengenai defisi wilayah Indonesia yang menegaskan Pulau Miangas adalah Milik
Indonesia atas dasar putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928
4.
Batas Daratan Indonesia-Malaysia mengenai Ambalat
Sengketa
Ambalat ini diakibatkan oleh negara Malaysia yang ingin merebut Ambalat karena
keistimewaan Ambalat yang memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya
untuk pertambangan minyak. Hal ini dapat dibuktikan ketika Malaysia membuat
peta baru pada tahun 1969 yang memasukan pulau Sipadan dan Ligitan pada wilayah
negaranya, tentu negara Indonesia tidak terima dengan pengakuan sepihak tanpa
dasar aturan yang jelas. Pengajuan sepihak itu membuat Indonesia tidak mengakui
peta baru Malaysia tersebut. Lalu Indonesia menyelesaikan sengketa ini dengan
penandatanganan kembali Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia.
Penyelesaian
Malaysia kembali
membuat sengketa dengan Indonesia atas pembuatan peta baru pada tahun 1979 yang
secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok
maritim Ambalat ke dalam wilayahnya. Indonesia kembali tidak mengakui peta baru
Malaysia karena melanggar perjanjian yang telah disepakati. Ancaman perbatasan
yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah ketika Mahkamah Internasional menyatakan
pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di blok Ambalat dinyatakan bagian dari
wilayah Malaysia. Namun Pulau Ambalat tetap berada dalam wilayah
Indonesia.
5.
Batas Daratan
Indonesia-Singapura mengenai Penambangan Pasir Pulau Nipa
Sengketa mengenai penambangan pasir laut di perairan sekitar
Kepulaun Riau yang dilakukan oleh Singapura harus ditangani serius oleh
pemerintah Indonesia. Penambangan pasir tersebut mengakibatkan kerusakan parah
pada ekosistem pesisir pantai sehingga banyak para nelayan kita yang kehilangan
mata pencaharian. Lebih parahnya penambangan pasir laut yang dilakukan itu
mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil di Indonesia karena telah ada kasus
tenggelamnya pulau Nipah. Jika hal ini dibiarkan saja maka diatakutkan terjadi
perubahan batas laut dengan Singapura karena perubahan geografis di Indonesia.
Penyelesaian
Kementrian Pertahanan Mengkampanyekan Untuk Mereklamasi Pulau
Nipa karena pada tahun 2004 sampai 2008 penduduk menjual pasir pantai Pulau
Nipa kepada Singapura. Langkah KemHan ini menghabiskan dana lebih dari 300
Milyar Rupiah.
Ini hanya sebagian kecil permasalahan perbatasan Indonesia
dengan negara tentangga, sebenarnya masih banyak yang belum sempat saya
tuturkan.Usaha pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI bukanlah
isapan jempol belaka, berkali-kali wilayah Indonesia terselamatkan atas
klaim-klaim negara luar. Meskipun beberapa wilayah Indonesia jatuh ketangan
asing seperti Pulau Sipadan dan Ligitan. Kita sebagai calon penerus bangsa
harus jeli dan ikut serta mengawasi wilayah perbatasan negara kita. Semoga
tidak terjadi lagipermasalahan wilayah perbatasan yang dapat merugikan negara.
3.
PERJANJIAN
DI ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA
Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik
perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik Indonesia
bersinggungan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan
Timor Leste.
Perbatasan
darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota
yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda. Sedangkan wilayah
laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua
New Guinea.
Di
antara wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, terdapat 92
pulau-pulau kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas pengelolaan
karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan
kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tersebut adalah
Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di
Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi
Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan
Batek di Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan
perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan
nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan sebagai beranda
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan cermin diri dan tolok
ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan
kawasan perbatasan salah satu prioritas pembangunan nasional.
Survei
mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah dilaksanakan oleh
Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan Survei Base Point
sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar
tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya
tercantum 183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari
telah diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi perubahan-perubahan yang
tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI dengan negara tetangga seperti
Timor Leste pasca referendum dan status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan
Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula
dipertimbangkan untuk melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang
dibuat pada saat Survei Base Point yang dilakukan pada sekitar 10 tahun
lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai bukti fisik kegiatan penetapan
yang telah dilakukan serta menjadi referensi bila perlu dilakukan survei
kembali di masa mendatang.
Hingga
saat ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan
negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan
perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati
namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para
nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada
antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas
Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang
pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of
the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of
the continental shelves between the two countries), tanggal 27
Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara
kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas
laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah
Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu
Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara
Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia
menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian
merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan
batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut
teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara
pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas
tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia
dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada
tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas
kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain
itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan
antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah
perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia
dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada
tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun
1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan
tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas
landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman.
Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi
dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
RI – Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan
yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur
dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena
Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut
mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia.
Penentuan
batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian
tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan
kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di
Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan
Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama
batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian
perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia
dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011
di Hanoi (perundingan ke-3).
RI – Philipina
Perundingan
RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian
setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004,
Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan
sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir
penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember
2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitungkan lenght
of coastline/ baseline kedua
negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan
datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis
opsi-opsi yang akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan Indonesia
dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang
menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui
batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan
Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena
jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada
daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari – 1
Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New Guinea
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI – Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier
serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua
negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi.
Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan
yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI – Timor Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan
guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan
sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave)
Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur
Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
REFRENSI:
Komentar
Posting Komentar